Sekitar bulan Juli kemarin saya melakukan pembelian barang secara online. Nah, waktu itu lagi ada sale jadi barangnya yang harusnya dikirim dari Malang, kata si owner dikirim dari Surabaya. Terus saya minta resi nggak dikirim-kirim. Pertanyaannya, apa saya bisa melaporkan ini sebagai penipuan, karena sudah lima bulan barang tidak kunjung dikirim? Bisakah saya minta ganti rugi berupa pengembalian uang plus ganti rugi kepada pihak penjual tanpa harus melapor ke pihak berwajib? Jikapun harus lewat jalur hukum, apakah sengketa konsumen seperti ini bisa menggunakan ranah hukum pidana pada KUHP daripada UU Perlindungan Konsumen?
Ganti Kerugian
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UU Konsumen”) menjamin perlindungan atas hak setiap konsumen yang dirugikan untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
Atas tindakan yang dilakukan oleh si penjual, ia diwajibkan untuk membayar ganti rugi kepada pembeli, sesuai prinsip Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sebagai berikut:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Penyelesaian ganti kerugian tersebut dapat dilakukan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan, berdasarkan pilihan sukarela pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sendiri tidak akan menghapus pertanggungjawaban pidana si pelaku.
Pidana Konsumen
Sepintas, UU Konsumen di atas seolah hanya menjamin terpenuhinya hak konsumen yang telah menerima barang yang tak sesuai perjanjian. Lalu, bagaimana jika barang tersebut tak pernah sampai ke tangan konsumen?
UU Konsumen dengan tegas melarang setiap pelaku usaha melanggar waktu penyelesaian pesanan barang dan/atau jasa yang diperjanjikan, dalam hal ini terkait dengan waktu pengiriman barang. Hal ini diatur dalam Pasal 16 UU Konsumen sebagai berikut:
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa melalui pesanan dilarang untuk:
Sanksi bagi pelaku usaha yang tidak menepati ketentuan tersebut adalah pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp500 juta. Selain itu, pelaku dapat pula dikenakan sanksi tambahan berupa:
Dugaan Penipuan
Di sisi lain, tindakan penjual yang tidak mengirim barang yang sudah dibayar oleh pembeli dalam transaksi jual beli online, menurut hemat kami, juga dapat dikategorikan sebagai dugaan tindak pidana penipuan.
Perbuatan ini dapat dijerat dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) atau Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 19/2016”), sebagai berikut:
Pasal 378 KUHP
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Penjelasan lebih lanjut mengenai pasal-pasal yang dapat menjerat penipuan online dapat Anda baca dalam artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan dalam Jual Beli Online. Selanjutnya atas dugaan tindak pidana penipuan tersebut, Anda dapat membuat laporan polisi di kantor kepolisian setempat dengan membawa bukti yang cukup.
Concursus Idealis
Menjawab pertanyaan terakhir Anda, dalam praktik memang sering terjadi perbuatan seseorang memenuhi beberapa rumusan delik sekaligus. Dalam kasus ini, perbuatan si pelaku usaha memenuhi rumusan delik dalam KUHP, UU 19/2016, dan UU Konsumen. Hal ini menimbulkan pertanyaan, pasal manakah yang paling tepat untuk menjerat si pelaku usaha?
Untuk itu, Pasal 63 ayat (1) KUHP menyatakan:
Jika suatu perbuatan masuk dalam lebih dari satu aturan pidana, maka yang dikenakan hanya satu di antara aturan-aturan itu; Jika berbeda-beda yang dikenakan yang memuat ancaman pokok yang paling berat.
Dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 63 ayat (1) KUHP tersebut, maka pidana yang paling tepat dijatuhkan kepada pelaku usaha adalah ketentuan dengan ancaman terberat, yaitu Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016, dengan ancaman pidana penjara paling lama enam tahun.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Link: